Di
kalangan anak muda jaman modern seperti sekarang ini yang namanya menjalin
hubungan dengan lawan jenis atau sering disebut dengan istilah “Pacaran” adalah
sesuatu yang biasa atau lumrah. Baik itu yang muslim atau non muslim. Mereka tidak
segan memamerkan kedekatan atau kemesraan mereka yang notabene bukan
suami-istri di depan umum. Di tulisan ini penulis tidak akan membahas non
muslim. Disini penulis akan membahas muslim yang memilih untuk berpacaran
sebelum menikah.
Kata
“PACARAN” sangat tidak asing di telinga. Seorang laki-laki menyukai seorang
perempuan yang belum halal baginya dan begitu pula sebaliknya, mendeklarasikan
diri mereka bahwa mereka berpacaran. Bagi seorang muslim, telah jelas di
terangkan di dalam Al-Qur’an bahwa pacaran itu di larang dalam islam. Seperti
yang telah di jelaskan dalam surah An-Nur ayat 30 dan 31 berikut ini :
An-Nur
ayat 30:
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman:
“Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang
demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang mereka perbuat.”
An-Nur ayat 31:
“Katakanlah kepada wanita yang beriman:
“Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka
menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami
mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau
putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau
budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah,
hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
Surah
tersebut menjelaskan bahwa bagi seorang muslim atau muslimah tidak di perkenankan
untuk menjalin hubungan sebelum adanya akad nikah di antara mereka. Dalam menjalin
hubungan silaturahim pun mereka memiliki batasan. Yaitu pandangan dan aurat
mereka. Seorang muslimah wajib menutup auratnya dengan menutup kain kudung
kedadanya artinya berhijab. Dan seorang muslim dituntut untuk menahan
pandangannya terhadap hal-hal yang meningkatkan hawa nafsunya. Di dalam Hadist
pun di jelaskan bahwa pacaran itu haram.
Ath-Thabrany mentakhrij sebuah
hadits. “Janganlah kamu sekalian berkhalwat dengan wanita. Demi diriku yang ada
dalam kekuasaan-Nya, tidaklah seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang
wanita melainkan syetan akan masuk di antara keduanya. Lebih baik seorang
laki-laki berdekatan dengan babi yang berlumuran tanah liat atau lumpur daripada
dia mendekatkan bahunya ke bahu wanita yang tidak halal baginya”.
Nah, dengan adanya ayat Al-Qur’an
dan Hadits yang menjelaskan pacaran itu dilarang, seharusnya umat muslim dan
muslimah menjauhi yang namanya pacaran. Namun anak muda jaman sekarang itu
sangat pintar menyembunyikan pacaran. Bukan hubungannya yang disembunyikan, namun
namanya yang mereka ubah sendiri dengan sebutan “Komitmen”. Hal-hal lain
mengenai pacaran sama hal nya dengan komitmen. Mereka tetap menjalin hubungan
seperti hal nya pacaran. “aku mencintaimu, kamu juga mencintaiku, tapi aku
tidak bisa berpacaran denganmu karena islam melarangnya. Tapi kita tetap bisa
berkomitmen untuk hubungan ini.”
Islam tidak pernah memberikan
kompensasi untuk hal yang satu ini. Islam tetap memandang komitmen itu haram sama
seperti halnya pacaran. Islam hanya mengenal istilah “Ta’aruf” dalam hubungan
lawan jenis sebelum menikah. Hal itu pun juga kadang di jadikan tameng bagi
mereka (umat muslim) yang menjalin hubungan spesial dengan lawan jenis. Padahal Ta’aruf sangat jauh berbeda dengan
pacaran.
Ta’aruf yang dimaksud di sini
adalah proses saling mengenal antara dua orang lawan jenis yang ingin menikah.
Jika di antara mereka berdua ada kecocokan maka bisa berlanjut ke jenjang
pernikahan namun jika tidak maka proses pun berhenti dan tidak berlanjut.
Islam tidak melarang ta’aruf,
dalam sebuah hadits disebutkan, “Dari Anas bin Malik bahwa Al-Mughirah bin
Syu’bah ingin menikah seorang wanita, maka Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa
sallam – berkata kepadanya, “Pergi lalu lihatlah dia, sesungguhnya hal itu menimbulkan
kasih sayang dan kedekatan antara kalian berdua.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah
no 1938 dan dishahihkan oleh Syekh al-Albani – rahimahullah – dalam Shahih Ibnu
Majah)
Ta’aruf yang benar adalah dengan langkah sebagai
berikut:
1. Pihak lelaki mencari keterangan tentang
biografi, karakter, sifat, atau hal lain pada wanita yang ingin ia pinang
melalui seseorang yang mengenal baik tentangnya demi maslahat pernikahan. Bisa
dengan cara meminta keterangan kepada wanita itu sendiri melalui perantaraan seseorang,
seperti istri teman atau yang lainnya. Demikian pula dengan pihak wanita yang
berkepentingan untuk mengenal lelaki yang berkeinginan meminang dapat menempuh
cara yang sama.
Dalam menempuh langkah pertama ini, perlu
memerhatikan beberapa perkara antara lain:
- Tidak berkhulwat (berdua-duaan) dalam mencari
informasi secara langsung dari wanita terkait dan sebaliknya. Nabi –
shallallahu ‘alaihi wa sallam – menegaskan, “Dan janganlah seorang lelaki
berdua-duaan dengan seorang wanita kecuali jika sang wanita bersama mahramnya
(Riwayat al-Bukhari no. 3006 dan Muslim 1341)
Kemudian Nabi – shallallahu ‘alaihi wa sallam –
kembali menjelaskan hikmah dari larangan ini dalam sabdanya, “Tidaklah seorang
lelaki berdua-duaan dengan seorang wanita kecuali setan adalah orang ketiga di
antara mereka berdua.” (Riwayat Ahmad 1/18, Ibnu Hibban (lihat Shahih Ibnu
Hibban 1/436))
Tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang bisa
menjerumuskan seseorang ke kubangan perzinaan apalagi perbuatan zina itu
sendiri dengan berbagai macam bentuknya.
كُتِبَ عَلىَ ابْنِ آدَمَ نَصِيْبُهُ مِنَ الزِّنَا
مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ: الْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ،
وَاْلأُذُنَانِ زِنَاهُمَا اْلاِسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ،
وَالْيَدُ زِنَاهُ الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِنَاهُ الْخُطَا، وَالْقَلْبُ يَهْوَى
وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ أَوْ يُكَذِّبُهُ
“Telah ditulis bagi tiap anak Adam bagiannya dari
zina, dia pasti akan melakukan, yaitu kedua mata berzina dengan memandang,
kedua telinga berzina dengan mendengar, lisan berzina dengan berbicara, tangan
berzina dengan memegang, kaki berzina dengan melangkah, sementara hati
berkeinginan dan berangan-angan, maka kemaluanlah yang membenarkannya atau
mendustakannya.” (Riwayat al-Bukhari, lihat Shahih Targhib wa Tarhib II/398)
- Tidak ikhtilath (campur baur antara laki-laki
dan wanita bukan mahram)
2. Setelah menemukan kecocokan dan sebelum
khitbah, bagi lelaki disunahkan melihat wanita yang ingin ia nikahi. Hal ini
karena bermodalkan informasi saja terkadang tidak cukup, karena kondisi
seseorang atau kecantikan seseorang itu relatif. Bisa saja cantik menurut
kacamata seseorang, namun tidak cantik menurutnya. Sehingga Syekh Utsaimin –
rahimahullah – menegaskan, “Sesungguhnya penglihatan orang lain tidak mewakili
penglihatan sendiri secara langsung. Bisa jadi seorang wanita cantik menurut
seseorang namun tidak cantik menurut orang yang lain”. (Syarhul Mumti’ XII/20)
Saat seorang lelaki ingin wanita yang akan ia
khitbah, maka ia harus memperhatikan rambu-rambu nazhar yang telah dijelaskan
oleh Syekh Utsamin – rahimahullah – dalam Syarhul Mumti’ XII/22 sebagai berikut
:
1. Tidak berkhalwat (berdua-duaan) dengan sang
wanita tatkala memandangnya.
Untuk menjauhi khalwat ketika nazhar, maka ia
bisa melihat wanita yang ingin ia pinang ditemani wali si wanita atau jika
tidak mampu maka ia bisa bersembunyi dan melihat wanita tersebut di tempat di
mana ia sering melalui tempat tersebut.
2. Hendaknya memandangnya dengan tanpa syahwat,
karena nazhar (memandang) wanita ajnabiyah karena syahwat diharamkan. Selain
itu, tujuan dari melihat calon istri adalah untuk mengetahui kondisinya bukan
untuk menikmatinya.
3. Hendaknya ia memiliki prasangka kuat bahwa
sang wanita akan menerima lamarannya.
4. Hendaknya ia memandang kepada apa yang
biasanya nampak dari tubuh sang wanita, seperti muka, telapak tangan, leher,
dan kaki.
5. Hendaknya ia benar-benar bertekad untuk
melamar sang wanita. Yaitu hendaknya pandangannya terhadap sang wanita itu
merupakan hasil dari keseriusannya untuk maju menemui wali wanita tersebut
untuk melamar putri mereka. Adapun jika ia hanya ingin berputar-putar
melihat-lihat para wanita satu per satu, maka hal ini tidak diperbolehkan.
6. Hendaknya sang wanita yang dinazharnya
tidak bertabarruj, memakai wangi-wangian, memakai celak, atau yang
sarana-sarana kecantikan yang lainnya.
Banyak orang mengatakan
pernikahan adalah akhir dari cinta, namun yang sebenarnya pernikahan adalah
awal dari sebuah cinta, karna dengan pernikahan inilah cinta yang sesungguhnya
dibuktikan dan diperjuangkan. Oleh karena itu, selama ta’arufan, carilah
sesuatu yang dapat membuat kita tertarik padanya. Sesuatu yang dapat membuat
ketertarikan inilah yang akan berkembang menjadi cinta dan diperjuangkan selama
pernikahan.
*Semoga Bermanfaat*
Online casino | Rakuten Casino: 50+ slots, 20+ games
BalasHapusOnline casino | Rakuten 바카라 Casino: 50+ slots, 20+ games. The casino is the new one for you to join หารายได้เสริม now! Rating: 4 · 4 온카지노 reviews · Price range: ₹4,900